Masa Depan Mahasiswa Arsitektur : Hanya Imajinasi Semata?
- kommunarszine
- Apr 9, 2019
- 2 min read
Ditulis oleh Pininta Taruli A.

Masih berpikirkah bahwa kuliah jurusan ini sesuai dengan passion kamu? Atau justru bersebrangan dengan apa yang kamu pikirkan saat mengambil dan masuk di dalam jurusan ini? Gambaran perkuliahan yang sempurna dan menyenangkan yang sudah menjadi doktrin yang pertama kali ada di benak kita. Sebenarnya, menurut saya sama untuk kita semua si mahasiswa dan mahasiswi jurusan Arsitektur ini. Sebagai individu yang masih muda dan masih mencari pengalaman ini dan itu, tidak mudah bagi kita semua untuk menyatakan suatu kepastian dengan pilihan kita. Di era ini, tuntutan untuk menjadi seseorang yang dipandang di kalangan umum baik di antara keluarga, di peer group, dan masyarakat menjadi sesuatu yang sangatlah penting bagi eksistensi kita dan pengakuan di dalam kelompok – kelompok tersebut. Tapi apa benar kuliah yang sangatlah melelahkan ini belum ditambah begadang dan jam tidur yang tidak maksimal sesuai dengan outcome di kedepannya dan apakah semua usaha kita akan terbayar?
Saya ingin membahas bahwa Arsitektur memang jurusan yang tidak mudah untuk dilalui oleh kita sebenarnya, dengan beban yang sangat berat dan tiada hentinya. Meskipun kemungkinan untuk kita yang sudah bisa mengatur waktu untuk mengerjakan studio dengan membagi waktu hidup kita, pasti ada suatu titik dimana kita merasa jenuh dan ingin rehat dari segala kesibukan yang dilalui. Suatu hari, saya menemukan sebuah artikel dari VICE Indonesia yang menjelaskan tentang depresi seorang mahasiswa arsitektur tahun kedua yang mengalami keadaan dua dunia yang bersifat sangat kontras. Dunia pertama yang penuh kejenuhan kuliah dan dunia kedua yang menunjukkan keadaan berpura – pura untuk menjalani kehidupan layaknya mahasiswa bahagia dan normal.
Pada waktu yang akan datang, pernahkah kita berpikir tentang jam terbang yang juga pasti akan bertambah setelah lulus dari universitas dan proyek – proyek yang semakin berat? Dalam kondisi setelah lulus pun belum tentu kita akan mendapat pekerjaan yang kita dambakan di angan – angan selama masa kuliah, ditambah dengan prospek kerja di masa depan yang tidak menentu dimana tidak semua lulusan mahasiswa arsitektur akan memilih menjadi arsitek. Untuk melanjutkan lisensi dari gelar sarjana untuk menjadi arsitek sendiri butuh kurang lebih 4-6 tahun berdasarkan survey dari situs Archdaily dan dengan pengalaman kerja yang cukup. Dengan keadaan lapangan kerja di era mendatang pastinya akan semakin sulit untuk mendapat pekerjaan dan persaingan akan semakin ketat.
Seringpun jurusan Arsitektur dipandang sebelah mata tetapi, orang – orang disekitar tidak pernah mengetahui rasanya menggeluti bidang ini seperti apa. Banyak obrolan – obrolan yang memandang jurusan ini seperti jurusannya dan menganggap semua kuliah itu sama. Tetapi, saya bisa menolak mentah-mentah pernyataan itu karena kembali lagi seberapapun Anda mencintai sesuatu tetapi pasti selalu ada titik jenuh atau titik balik dari hal tersebut. Sebenarnya, sangatlah sederhana balik lagi terhadap topik awal apakah arsitektur sebenarnya sesuai passion Anda? Apakah Anda siap dengan tantangan di masa mendatang dan nasib yang tidak menentu? Menurut saya, dengan saya memberikan pertanyaan ini kepada siapapun mahasiswa arsitektur yang membaca hal ini akan menjadi sebuah paradoks yang tidak akan pernah ada jawaban yang valid dan pasti. Paradoks inilah yang memainkan peran di hidup kita masing – masing bagaimana sebagai mahasiswa bisa mengatasi kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi di kedepannya.
Comments